Anak di bawah 5 tahun rentan mengalami anemia, sehingga Bunda perlu waspada. Jadi, yuk, kenali penyebab, gejala, dan cara mengatasi anemia pada anak agar tumbuh kembang si Kecil tidak terganggu.
Penyebab Anemia pada Anak
Anemia adalah kondisi kekurangan sel darah merah. Lalu, apa penyebab anemia terbanyak pada anak? Penyebab anemia terbanyak pada anak adalah defisiensi zat besi (iron).
1. Kurang Makan Makanan Tinggi Zat Besi
Data WHO menunjukkan, 40% anak usia 6–59 bulan mengalami anemia defisiensi besi di seluruh dunia.
Di Indonesia, sekitar 50–60 persen kasus anemia pada anak 1-5 tahun disebabkan oleh kurang asupan makanan tinggi zat besi (iron).
Zat besi didapatkan dari makanan yang kita konsumsi, namun hanya 1 mg zat besi yang diserap untuk setiap 10 hingga 20 mg zat besi yang dimakan.
Maka, anak yang tidak mendapatkan cukup asupan zat besi lebih mungkin mengalami anemia defisiensi zat besi.
2. Minum Susu Sapi Murni Berlebihan
Minum susu sapi murni secara berlebihan (lebih dari 700 ml atau lebih dari 2 gelas per hari). dapat meningkatkan risiko anemia. Sebab, kalsium dalam susu membuat tubuh lebih sulit menyerap zat besi.
Risiko anemia bisa jadi lebih tinggi jika si Kecil minum susu sapi terlalu sering dalam sehari dan juga tidak mengonsumsi cukup makanan yang kaya zat besi (iron).
Baca Juga: 8 Cara Menambah Zat Besi pada Anak yang Tepat
3. Kehilangan Darah
Kehilangan darah secara perlahan dan sedikit-sedikit dalam waktu lama juga dapat meningkatkan risiko anemia pada anak.
Misalnya karena gangguan pendarahan atau kondisi medis tertentu seperti cedera internal.
Perdarahan ringan yang terjadi terus-menerus dapat membuat tubuh kekurangan zat besi, karena darah yang hilang membawa sel darah merah yang mengandung zat besi (iron).
4. Kelainan pada Saluran Cerna
Sebagian besar zat besi (iron) dari makanan diserap di usus halus bagian atas.
Apa pun kelainan yang terjadi di saluran pencernaan dapat mengganggu penyerapan zat besi (iron) hingga dapat mengakibatkan anemia defisiensi zat besi.
Misalnya, penyakit Celiac yang dapat menyebabkan masalah penyerapan zat besi.
5. Perubahan Tubuh
Dalam periode emas tumbuh kembangnya, tubuh anak mengalami banyak perubahan sehingga memerlukan asupan nutrisi lebih banyak, termasuk zat besi.
Oleh karena itu, kebutuhan zat besi (iron) anak akan meningkat seiring bertambahnya usia agar tubuhnya dapat memproduksi sel darah merah yang cukup.
Zat besi mendukung pertumbuhan otak, energi, dan daya tahan tubuh. Kekurangan zat besi dapat menghambat kemampuan anak dalam belajar, beraktivitas, dan tumbuh optimal.
6. Kondisi Medis Tertentu
Faktor lain seperti infeksi berulang atau kronis dan kelainan darah genetik seperti thalasemia dan penyakit sel sabit (sickle cell anemia) juga dapat meningkatkan risiko anemia.
Infeksi kronis dapat meningkatkan risiko anemia karena mengganggu produksi sel darah merah dan penyerapan zat besi.
Sementara itu, penyakit sel sabit mengubah bentuk sel darah merah menjadi sabit yang lebih cepat rusak sehingga mengurangi jumlah sel darah merah yang sehat.
Thalasemia membuat tubuh kesulitan memproduksi hemoglobin normal, sehingga sulit untuk mempertahankan jumlah sel darah merah yang cukup.
Gejala Anemia pada Anak
Apa ciri-ciri anak terkena anemia? Ciri-ciri anemia bisa diketahui dari fisik dan psikologis anak. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), beberapa gejala anemia anak antara lain:
- Kulit wajah dan bibir pucat, yang berlangsung lama (kronis).
- Cepat lemas, lesu, atau lelah, bahkan setelah bermain atau beraktivitas fisik biasa.
- Selalu tampak murung.
- Mudah marah atau cepat rewel.
- Nafsu makan berkurang.
- Sering mengeluh sakit kepala.
- Napas terengah-engah.
- Sering merasa dadanya berdebar-debar.
- Perhatiannya mudah teralih, sulit konsentrasi saat belajar.
- Bagian dalam kelopak mata bawah dan punggung kuku tampak lebih pucat dari biasanya.
Untuk bantu memastikan anak tidak kekurangan zat besi, Bunda bisa cek asupan zat besi si Kecil lewat Kalkulator Zat Besi secara gratis! Caranya sangat mudah kok, Bunda. Jadi jangan ragu untuk mencoba, ya!
Akibat Anemia pada Anak
Apa yang terjadi jika anak terkena anemia? Kasus anemia ringan biasanya tidak menunjukkan gejala berarti. Namun, dampak anemia parah dapat menyebabkan komplikasi berikut ini:
1. Penurunan Daya Tangkap
Faktanya, tak sedikit orang tua yang menyadari bahwa dampak anemia pada anak bisa berpengaruh terhadap perkembangan otak.
Pasalnya, zat besi berperan penting membentuk selubung saraf otak bernama mielin. Tugas mielin adalah menghantarkan informasi yang diterima dari lingkungan ke sel otak.
Jadi, ketika pembentukan mielin terhambat daya tangkap si Kecil akan menurun dan proses belajarnya terhambat.
2. Konsentrasi Buruk
Otak membutuhkan asupan oksigen yang cukup agar dapat berfungsi optimal. Nah, salah satu efek yang terjadi jika otak anak kekurangan oksigen adalah sulit berkonsentrasi.
Hal tersebut akan menyebabkan si Kecil kesulitan menyelesaikan aktivitas yang sedang dilakukan atau memperhatikan penjelasan guru di depan kelas.
3. Menurunkan IQ Anak
Anemia defisiensi besi parah dapat menurunkan kemampuan belajar dan prestasi anak.
Menurut penelitian, anak yang mengalami anemia kronis dapat mengalami penurunan IQ hingga 10 poin. IQ (Intelligence Quotient) digunakan untuk mengukur kecerdasan kognitif.
Penurunan skor IQ akibat anemia tergolong sangat besar, sehingga dapat memengaruhi kemampuan anak dalam berbahasa, menalar, berpikir, mengingat, dan bahkan berhitung.
Baca Juga: 8 Peran Penting Zat Besi untuk Perkembangan Otak Anak
4. Mudah Lelah
Anemia pada anak juga akan membuatnya lebih mudah lelah dan lesu sehingga tidak memiliki kekuatan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dengan maksimal.
Hal ini akan sangat memengaruhi keterampilan anak di berbagai bidang, sebab waktu bermain dan belajarnya menjadi jauh lebih terbatas daripada anak lain yang tubuhnya sehat.
5. Sulit Tidur Nyenyak
Ternyata anak dengan anemia memiliki kualitas tidur malam yang rendah. Sebab, tidurnya tidak nyenyak dan ia mudah terbangun.
Padahal, malam hari adalah waktu terbaik bagi tubuh untuk beristirahat dan memproduksi hormon pertumbuhan.
Jika, anak mudah terbangun di malam hari, produksi hormon pertumbuhan akan kurang maksimal sehingga dalam jangka panjang meningkatkan risiko gagal tumbuh.
6. Anak Tidak Ceria
Anemia pada anak juga memengaruhi kemampuan tubuh si Kecil dalam memproduksi hormon bahagia yang bernama serotonin, dopamin, dan norepinefrin.
Hal itulah yang membuat anak anemia cenderung memiliki suasana hati yang buruk, terlihat tidak ceria, dan lebih rewel.
7. Kesulitan Bersosialisasi
Suasana hati yang cenderung buruk juga secara tidak langsung membuat si Kecil kesulitan dalam mengendalikan diri. Maka, timbullah sikap yang kurang terpuji.
Sikap yang kurang terpuji dan wajah yang murung akan membuat si Kecil kesulitan dalam bersosialisasi dan menjalin pertemanan.
Sedangkan di mata orang dewasa yang tidak mengerti, mungkin si Kecil akan dicap sebagai anak yang nakal atau kurang sopan.
8. Keterampilan Motorik Menurun
Mudah lelah dan merasa lemas sepanjang waktu merupakan salah satu ciri utama anak yang mengalami anemia.
Jika begitu, si Kecil pasti sudah tidak memiliki keinginan untuk bermain secara aktif. Kalau hal ini berlangsung dalam waktu panjang, motoriknya akan kekurangan stimulasi.
Dengan begitu, keterampilan motorik si Kecil akan berkembang di bawah rata-rata kelompok usianya.
9. Lebih Mudah Sakit
Anak yang menderita anemia juga lebih mudah tertular penyakit infeksi seperti batuk-pilek (selesma). Bagaimana bisa?
Pasalnya, zat besi dapat mendorong kinerja sel imun agar lebih efektif dalam menghancurkan kuman jahat yang masuk ke dalam tubuh dan mencoba menginfeksi.
Apakah Anemia pada Anak Bisa Sembuh?
Tentu saja anemia pada si Kecil bisa diobati. Namun, pengobatan harus dilakukan sesegera mungkin setelah diagnosa anemia ditegakkan. Agar lebih yakin, Bunda dapat berkonsultasi dengan dokter.
Dengan begitu, gejalanya tidak memberikan pengaruh jangka panjang pada keoptimalan tumbuh kembang dan prestasi belajar anak.
Cara Mengatasi Anemia pada Anak
Apabila Bunda curiga si Kecil mengalami anemia, berikut adalah beberapa perawatan yang dinilai efektif dan mudah dilakukan:
1. Memberikan Makanan Tinggi Zat Besi
Langkah utama yang dapat Bunda lakukan untuk mengatasi anemia pada anak adalah memberikan makanan kaya zat besi, terutama yang berasal dari protein hewani (zat besi heme).
Sebab, zat besi dari protein hewani lebih mudah diserap tubuh. Di antaranya ada hati ayam, daging sapi, daging kambing, daging ayam, sarden, tuna, dan ikan kembung.
Sementara sayuran tinggi zat besi adalah brokoli, bayam, tomat, kubis, kentang, kale, biji labu, kedelai, dan masih banyak lagi.
Baca Juga: 9 Rekomendasi Buah yang Mengandung Zat Besi untuk Anak
2. Berikan Suplemen Zat Besi
Jika gejala anemia pada anak cukup parah, segera bawa si Kecil ke dokter. Jika positif anemia, dokter dapat meresepkan suplemen zat besi atau tablet tambah darah (TTD) yang dikonsumsi secara oral.
Pada anak usia balita, suplementasi besi dapat diberikan dengan dosis 2 mg/kgBB/hari (dapat sampai 30 mg/hari) selama 3 bulan. Setelah hemoglobin normal, preparat besi tetap diberikan selama 2-3 bulan.
Selain suplemen zat besi, dokter dapat mengombinasikan pengobatan dengan:
- Suplemen vitamin C dengan dosis sekali minum 50 mg yang diberikan 2 kali sehari.
- Suplemen asam folat dengan dosis sekali minum 5-20 mg yang diberikan 2 kali sehari.
Selama dalam pengobatan dengan TTD, si Kecil perlu banyak minum untuk menghindari mengalami sembelit (susah BAB) sebagai efek samping konsumsi suplemen zat besi.
3. Memberikan Makanan Tinggi Vitamin C
Untuk mendukung penyerapan zat besi dari makanan yang dikonsumsi si Kecil, sebaiknya Bunda membersamai pemberiannya dengan makanan yang tinggi vitamin C.
Menurut IDAI, vitamin C bisa meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh hingga dua kali lipat lebih tinggi.
Maka dari itu, Bunda bisa sajikan makanan tinggi zat besi bersama makanan tinggi vitamin C, misalnya tumis brokoli daging sapi dengan buah jeruk.
Pencegahan Anemia pada Anak
Berikut adalah beberapa cara mencegah anemia defisiensi besi pada anak usia dini yang dinilai efektif dan dapat dengan mudah Bunda lakukan di rumah:
1. Jangan Biasakan Minum Teh Saat Makan
Memberikan makanan tinggi zat besi dari protein hewani 2x sehari adalah kunci utama pencegahan anemia. Namun saat makan, Bunda sebaiknya tidak memberikan teh sebagai minumannya.
Hindari memberikan teh saat anak makan nasi dengan lauk protein hewani sebelum/sesudah makan.
Teh tinggi kandungan tanin dan oksalat yang sifatnya menghambat penyerapan zat besi di dalam tubuh.
2. Minum Air Putih yang Cukup
Minum air putih tidak langsung mencegah anemia defisiensi zat besi, tetapi dapat membantu tubuh dalam menyerap zat gizi dengan lebih baik.
Air membantu menjaga fungsi tubuh secara optimal, termasuk sirkulasi darah dan pencernaan. Hidrasi yang cukup membantu tubuh menyerap zat besi dengan lebih efisien, mencegah kekurangan zat besi dan anemia.
3. Berikan Makanan Terfortifikasi
Selain memberikan makanan kaya zat besi, Bunda juga bisa dukung pemenuhan asupan zat besi harian anak dengan memberikan makanan yang telah difortifikasi atau diperkaya mineral ini.
Contohnya adalah sereal, roti, biskuit, oatmeal, kurma, kismis, dan susu pertumbuhan tinggi zat besi yang diperkaya vitamin C.
Baca Juga: Pentingnya IronC™, Kombinasi Unik Zat Besi dan Vitamin C untuk Anak
4. Menjaga Kebersihan
Parasit yang masuk ke dalam tubuh anak dapat menimbulkan peradangan dan menghambat penyerapan nutrisi.
Jika berlangsung dalam waktu panjang, kegagalan penyerapan nutrisi penting, termasuk zat besi, dapat mengakibatkan anemia.
Oleh karena itu, Bunda perlu mengajari si Kecil menjaga kebersihan diri dan lingkungan di sekitarnya. Contohnya selalu cuci tangan dengan sabun setelah buang air dan sebelum makan
Bunda juga bisa bergabung di Klub Generasi Maju untuk mendapatkan berbagai artikel terbaru seputar cara mencegah anemia pada anak dan panduan memenuhi kebutuhan zat besi si Kecil. Daftar gratis, sekarang!