Zat besi sangat penting untuk perkembangan anak di usia dini. Oleh karena itu, kekurangan zat besi dapat memengaruhi kesehatan dan pertumbuhan anak Bunda. Anak-anak dengan kondisi ini berisiko lebih tinggi terkena infeksi dan bahkan dapat mengalami anemia. Lalu, bagaimana cara mengetahui anak kurang zat besi? Yuk, Bun, cari tahu ciri-ciri kekurangan zat besi pada anak dan cara menanganinya di artikel ini!
Ciri-Ciri Anak Kekurangan Zat Besi
Anak-anak berisiko lebih tinggi kekurangan zat besi karena kebutuhan mereka cenderung lebih tinggi, terutama di tahun-tahun awal usianya dari saat lahir. Zat besi itu sendiri dibutuhkan untuk membentuk hemoglobin, protein yang memungkinkan sel darah merah membawa oksigen ke seluruh sel dan jaringan organ di dalam tubuh, termasuk otak.
Anak yang kekurangan zat besi tidak memiliki sel darah merah yang cukup atau hemoglobin yang cukup. Akibatnya, kekurangan zat besi dapat berdampak negatif terhadap fungsi kognitif, perilaku, dan kemampuan motorik anak.
Menurut IDAI, anemia defisiensi besi yang terjadi di bawah usia 2 tahun bahkan juga dapat membuat anak-anak lebih lambat dalam merespon, mudah marah atau rewel, dan sulit mengendalikan diri. Ini karena zat besi memiliki fungsi penting untuk membentuk selubung saraf otak dan zat kimia dalam otak yang berperan sebagai penghantar pesan dari otak ke jaringan tubuh.
Bahkan beberapa dari dampak negatif tersebut bersifat jangka panjang dan sulit untuk diperbaiki. Salah satunya adalah risiko gagal tumbuh akibat stunting. Sebab, zat besi juga penting untuk mengedarkan oksigen ke tulang dan seluruh jaringan tubuh. Jika jaringan tulang tidak bisa mendapatkan oksigen yang cukup, tulang tidak akan tumbuh maksimal.
Lalu, bagaimana mengetahui si Kecil kurang zat besi? Seringnya, kekurangan zat besi pada anak di tahap awal tidak menunjukkan ciri-ciri yang khas. Gejala awal kekurangan zat besi pada anak juga cukup sulit untuk dideteksi karena berbagai cirinya dapat disalahpahami sebagai gangguan kesehatan lain yang sama-sama umum.
Makanya, tidak jarang kasus defisiensi berat baru diketahui saat sudah ada komplikasi, yang biasanya berupa anemia. Ketika asupan zat besi anak semakin tidak mencukupi kebutuhannya, barulah tanda-tanda anemia akan terlihat sangat jelas.
Menurut Ikatan Dokter Indonesia, gejala kekurangan zat besi yang paling sering ditemukan pada anak adalah:
-
Kulit wajah dan bibir pucat, yang berlangsung lama (kronis).
-
Lemas, lesu, atau mudah lelah.
-
Mudah marah, murung, atau cepat rewel.
-
Nafsu makan berkurang.
-
Perhatiannya mudah teralih, sulit konsentrasi saat belajar.
-
Tidak semangat bermain, cepat lelah bila sedang bermain.
-
Sering mengeluhkan pusing atau sakit kepala.
-
Sering merasa dadanya berdebar-debar.
-
Anak gampang sakit atau mudah tertular infeksi karena daya tahan tubuhnya menurun.
Pada kasus gejala yang sangat berat, anak bisa menunjukkan kecenderungan pica. Pica adalah gangguan makan yang menyebabkan anak suka makan makanan nol nutrisi (seperti es batu) atau mengunyah benda yang bukan makanan, seperti kertas, kapur, tanah, pasta gigi, dan lainnya.
Bagaimana Cara Menambah Zat Besi pada Anak?
Sekarang Bunda sudah tahu bukan apa saja ciri serta dampak mengkhawatirkan dari kekurangan asupan zat besi pada anak. Untuk itu, Bunda juga perlu memahami bagaimana caranya memenuhi asupan zat besi anak agar si Kecil terhindar dari segala dampak negatifnya.
Lalu, berapa kebutuhan zat besi pada anak? Menurut Kementerian Kesehatan Indonesia, anak usia 1-3 tahun membutuhkan 7 mg zat besi setiap hari, dan meningkat menjadi 10 mg zat besi per hari di usia 4-6 tahun. Pada umumnya pun kebutuhan zat besi anak perempuan lebih tinggi daripada anak laki-laki.
Akan tetapi, pemberian suplemen zat besi pada anak tidak boleh sembarangan dan harus diberikan dengan hati-hati. Bunda wajib konsultasi lebih dulu dulu dengan dokter jika ingin menggunakan suplemen zat besi.
Lalu, bagaimana cara memastikan kebutuhan zat besi anak tercukupi? Berikut adalah beberapa cara yang bisa Bunda lakukan untuk menambah asupan zat besi anak:
1. Menambah Makanan Tinggi Zat Besi
Cara paling sederhana dan paling pertama bisa dilakukan untuk mengatasi gejala kekurangan zat besi pada anak adalah dengan meningkatkan konsumsi makanan yang kaya akan zat besi.
Ada dua jenis sumber asupan zat besi yaitu heme (protein hewani) dan non-heme (panganan nabati). Namun untuk mengatasi anemia dengan lebih optimal, IDAI menganjurkan Bunda mengutamakan asupan dari jenis heme karena lebih mudah diserap daripada besi non-heme.
Sumber zat besi heme terbaik bisa didapatkan dari daging berwarna merah seperti daging sapi dan kambing, daging ayam, hati sapi dan ayam, serta telur. Sementara zat besi non-heme banyak terkandung dalam bayam, brokoli, tahu, dan tempe.
Pastikan Bunda mengombinasikan menu makan anak dengan makanan yang mengandung zat besi hewani dan nabati minimal 2 kali dalam sehari.
2. Pastikan Anak Cukup Minum Air
Untuk memutus mata rantai anemia, pastikan si Kecil rutin minum air putih yang bersih dan matang setidaknya 8 gelas setiap hari.
Asupan air putih yang mencukupi dapat membantu pembentukan hemoglobin. Alhasil, mengonsumsi minimal 2 liter air per hari diketahui dapat meningkatkan jumlah sel darah, hematokrit, dan kadar hemoglobin yang penting untuk pembentukan sel darah merah.
Jika anak tidak begitu suka minum air putih, coba kreasikan dengan menambahkan irisan buah lemon atau jeruk.
Vitamin C yang terkandung dalam buah jeruk telah terbukti meningkatkan penyerapan zat besi non-heme dan menyimpannya dalam bentuk yang lebih mudah digunakan tubuh.
3. Dukung dengan Makanan Tinggi Vitamin C
Zat besi heme bisa diserap hingga sebesar 23-30% sementara zat besi non-heme hanya diserap sekitar 3-8% saja.
Agar penyerapan zat besinya semakin optimal, terutama yang berasal dari tumbuhan (non-heme), Bunda perlu memberikan asupan vitamin C yang cukup kepada anak.
Asupan vitamin C tinggi bisa didapatkan dari buah dan sayur seperti jeruk, pepaya, jambu merah, tomat, paprika, melon, dan lain sebagainya.
4. Memberikan Makanan Terfortifikasi
Bunda mungkin juga perlu bantu memenuhi kebutuhan zat besi anak dari makanan terfortifikasi. Makanan terfortifikasi adalah jenis makanan atau minuman yang dalam proses pengolahannya sengaja ditambahkan kandungan zat besi untuk memaksimalkan kebutuhan sehari-hari.
Beberapa contohnya adalah produk roti, sereal gandum, jus jeruk, atau susu pertumbuhan yang memiliki label “terfortifikasi zat besi”. Nah untuk anak usia 1 tahun ke atas, Bunda juga bisa melengkapi asupan zat besinya dengan memberikan SGM Eksplor 1+.
Susu SGM Eksplor 1+ adalah satu-satunya susu pertumbuhan dengan IronC™, kombinasi unik Zat Besi & Vitamin C untuk memaksimalkan penyerapan nutrisi hingga 2x lipat. Dilengkapi dengan DHA, Minyak Ikan, Omega 3&6 serta nutrisi penting lainnya, bantu si Kecil tumbuh maksimal jadi generasi maju yang berpikir cepat dan berani.
Sekarang Bunda sudah lebih memahami gejala dan bagaimana cara mengatasi anemia pada anak, kan? Semoga artikel ini makin menambah wawasan Bunda dalam menemani tumbuh kembang si Kecil agar tumbuh jadi anak yang berani dan mandiri.
Bunda juga bisa bergabung di Klub Generasi Maju untuk mendapatkan berbagai artikel terbaru seputar tumbuh kembang dan pemenuhan gizi anak, serta promo menarik susu SGM yang sayang jika terlewatkan. Daftar gratis, sekarang!
Referensi:
- IDAI | Pastikan Bayi Anda Cukup Zat Besi? (2017). Idai.or.id. https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/pastikan-bayi-anda-cukup-zat-besi
- IDAI | Anemia Defisiensi Besi pada Anak. (2014). Idai.or.id. https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/anemia-defisiensi-besi-pada-anak
- Iron-Deficiency Anemia (for Parents) - Nemours KidsHealth. (2019). Kidshealth.org. https://kidshealth.org/en/parents/ida.html
- Is your child low on iron? Prevention tips for parents. (2022). Mayo Clinic. https://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/childrens-health/in-depth/iron-deficiency/art-20045634
- Children's Health Team. (2018, June 18). What Causes Iron Deficiency in Your Child – and How To Spot It. Cleveland Clinic; Cleveland Clinic. https://health.clevelandclinic.org/what-causes-iron-deficiency-in-your-child-and-how-to-spot-it/