Facebook Pixel Code Perkembangan Emosi Anak: Yuk Kenali Tahapannya Bun !

Perkembangan Emosi Anak: Yuk Kenali Tahapannya Bun !

Perkembangan Emosi Anak: Yuk Kenali Tahapannya Bun !

Aspek Perkembangan Anak Usia Dini

Pertumbuhan anak tidak hanya meliputi pertumbuhan fisiknya saja. Jauh lebih daripada itu, Bunda juga mesti melihat perkembangan emosi anak dan mentalnya sejak dini. Sebenarnya, sejak kecil buah hati sebenarnya sudah bisa menangkap emosi dan menirunya.

Tanda-tanda kecerdasan anak pun sebenarnya dapat ditangkap dari perkembangan emosinya yang tepat. Emosi yang berkembang baik pada akhirnya bisa membawa anak Bunda ke interaksi sosial yang mengagumkan pula.

Usia batita alias di bawah 3 tahun tak ayal menjadi momen Bunda untuk bisa menangkap berbagai emosi baru dari buah hati. Di sinilah Bunda mesti peka mengetahui bagaimana perkembangan emosi pada anak yang tepat. Hal ini agar Bunda bisa ikut mengembangkan kecerdasan terpendamnya lewat karakter emosi yang dihadirkan anak.

Perkembangan emosi anak sangat berhubungan dengan pemahaman dan kemampuannya mengendalikan emosi. Bunda pun harus jeli memperhatikan untuk bisa mengetahui sehat tidaknya emosi sosial anak Bunda.

Ada lima tanda yang menunjukkan perkembangan emosi anak Bunda tidak bermasalah. Pertama, ia mampu membangun hubungan dengan orang-orang di lingkungannya. Kedua, ia pun tertarik menemukan hal baru dan mempelajarinya.

Tanda ketiga, buah hati dengan perkembangan emosi yang baik biasanya mampu berkonsentrasi. Tanda yang keempat, emosinya juga tidak mudah lepas kontrol alias tantrum berulang kali. Kelima, ia mampu mengatur emosi dirinya sendiri.

Yuk, kenali berbagai tahap perkembangan karakter buah hati lewat berbagai bentuk emosi yang dia luapkan sejak dini. Dengan mengenal secara baik, Bunda bisa mengarahkan anak menampilkan emosi yang lebih positif ke depannya.

Baca juga: Ini Dia Cara Berkomunikasi dengan Anak

Perkembangan Emosi Anak Berdasarkan Kondisi Tubuh

Awal-awal kehadirannya di dunia, ekspresi yang bisa dihasilkan oleh bayi masih amat terbatas. Emosi yang dihasilkan pun lebih dikarenakan kondisi yang ia rasakan. Ini umumnya akan terlihat pada bayi usia 0-3 bulan. Kondisi ini pun akan terus berlanjut hingga ia balita. Contohnya, anak akan menangis ketika merasa lapar. Sebaliknya, ketika merasa kenyang dan aman, anak akan memilih untuk tidur dan tidak bereaksi apa-apa.

Tapi ingat, nyatanya pada tiga bulan pertama kehidupannya, anak juga mempelajari macam emosi yang hadir di sekelilingnya. Lebih khususnya, ia sedang berupaya menyerap dua emosi dasar, yaitu sedih dan gembira.

Jangan heran ketika tangisan mulai beragam. Jangan heran juga ketika tawanya mulai bervariasi. Itu hanya hasil penyerapan emosi yang ia terima dari sekelilingnya. Cara mengekspresikannya pun masih tergantung kondisi yang dirasakannya.

Meniru Orang Lain

Usia 1-3 tahun adalah waktu emas untuk belajar meniru. Anak biasanya juga sudah mulai bisa mengekspresikan hanya tiruan emosi dari orang-orang di sekelilingnya. Tingkah tiruan ini tentunya ia sesuaikan masih dengan kondisi badan ditambah perasaannya.

Tidak lagi sekadar menangis dan tertawa, anak juga akan mulai mengekspresikan emosinya dengan lebih beragam. Bunda pun mungkin akan terkaget-kaget karena pada rentang usia ini, anak umumnya juga akan mulai menunjukkan ekspresi marah. Interaksi sosial anak makin terasa. Ia sudah akan mulai memilih orang-orang yang ia sukai.

Menginjak usia tahunan, tingkat meniru anak akan lebih beragam. Ia akan tertarik mencontoh tingkah laku dan gaya dari orang-orang di sekitarnya. Jadi, jangan heran jika tiba-tiba buah hati memaksa hendak memakai pakaian atau sepatu Bunda. Itu hanya ekspresi dari keinginannya meniru orang lain.

Jika ini terjadi, ikuti saja alur permainan anak. Biarkan ia melakukan tiruan yang diinginkannya. Dikarenakan keinginan menirunya besar, Bunda dan orang-orang di sekitar harus pandai menjaga sikap. Jangan memberi contoh sikap ataupun perkataan negatif karena akan sangat mudah diserap sang buah hati.

Menuntut Perhatian

Bunda mungkin sering mendengar istilah tantrum. Kondisi saat anak tiba-tiba meledak emosinya. Ia mungkin akan melakukan berbagai bentuk ekspresi negatif, mulai dari menangis kencang, menjerit, bahkan menendang dan mengacaukan kondisi di sekelilingnya.

Emosi ini sebenarnya wajar ditemui pada diri anak kecil. Khususnya ketika memasuki usia satu tahun ke atas. Tantrum ini sebenarnya merupakan luapan emosi buah hati Bunda untuk mendapatkan perhatian.

Luapan emosi yang tidak terkendali ini disebabkan juga karena kemampuan menyalurkan keinginan anak masih sangat terbatas. Bisa jadi dia menginginkan sesuatu, namun tidak tahu cara menyampaikannya ke Bunda. Hasilnya, ia akan tampak mengamuk.

Sikap ini memang mencemaskan, apalagi jika sering dilakukan buah hati Bunda. Namun, Bunda harus tenang menyikapinya. Jika anak mulai tantrum, cobalah mengabaikannya. Tujuannya agar ia sadar tidak akan memperoleh perhatian yang dia inginkan dengan cara mengamuk.

Walaupun tampak tidak peduli, Bunda juga harus tetap memperhatikan tingkah buah hati. Jangan sampai amukannya berujung pada bentuk ekspresi yang membahayakan dirinya, misalnya dengan membenturkan kepala ke dinding atau lantai.

Ketika anak mulai tenang, cobalah dekati secara perlahan. Beri pengertian Bunda mengerti keinginannya, tapi tidak menyukai kelakuannya. Di sini, Bunda juga dituntut bisa mengendalikan emosi. Hindari marah atau mengomel ketika menghadapi anak tantrum ya, Bun.

Takut kepada Orang Tak Dikenal

Puncaknya pada rentang usia 18-24 bulan, anak akan terlihat mulai membatasi interaksinya terhadap orang yang dia rasa tidak akrab. Bahkan, ia akan cenderung menunjukkan emosi takut terhadap orang asing yang ada di sekitarnya.

Emosi ini sebenarnya wajar, tapi tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Jika terus dibiarkan, rasa takut ini akan menghalangi buah hati untuk bisa beradaptasi dengan berbagai kondisi sosial ke depannya. Padahal, adaptasi itu perlu apalagi anak akan sering bertemu orang-orang di berbagai kondisi.

Jika rasa takut ini terus berlanjut dan berkepanjangan, mungkin buah hati bisa mengalami fobia sosial. Ia pun bisa menarik diri dari lingkungan. Efek lanjutannya, buah hati Bunda bisa akan sangat manja dan amat bergantung dengan orang tua.

Supaya ini tidak terjadi, kenalkan anak Bunda pada lingkungan yang lebih luas sedari dini. Beri penjelasan kepadanya bahwa orang-orang di sekitarnya tidak akan menyakitinya, bahwa ia aman berinteraksi dengan mereka.

Anak Bunda pastinya masih tetap cenderung ragu-ragu ketika memulai interaksinya dengan orang asing. Tidak apa-apa, tetap damping dan beri waktu kepadanya untuk lebih mudah beradaptasi. Kehadiran Bunda akan membuatnya merasa aman dan lebih luwes berinteraksi dengan orang yang tadinya tidak ia kenal.

Setelah Bunda merasa buah hati sudah cukup merasa nyaman dengan kondisi sekitarnya, ambillah jarak. Biarkan ia mengembangkan emosi sosialnya bersama teman-teman barunya. Bunda cukup mengawasinya dari jarak yang agak jauh, namun tetap terjangkau.

Mulai Bermain dengan Teman Sebaya

Memasuki usia 2 tahun ke atas, kebutuhan sosial anak kian besar. Kebutuhan itu diekspresikannya lewat bermain bersama teman-teman sebayanya. Hanya saja dalam proses bermain tersebut, anak masih tetap menunjukkan sisi egoisnya. Sebagai contoh, ia akan sulit meminjamkan mainannya. Ya, namanya juga anak kecil.

Nah, Bunda pun bisa ikut mendukung perkembangan emosi sosialnya ini dengan memberi stimulus yang tepat. Ketika anak mulai senang bermain, ajaklah ia bergaul lebih luas. Bawalah ke tempat umum di mana ada teman-teman sebayanya. Biarkan para anak kecil ini berinteraksi sewajarnya.

Bunda pun jangan segan-segan menegur buah hati jika ia mulai egois berlebihan dalam interaksi sosialnya. Namun, ingat tegurlah dengan perlahan dan jangan tampak sedang marah. Latihlah ia untuk meredam sifat egoisnya. Caranya, coba suruh anak Bunda untuk meminjamkan mainannya kepada anak lain.

Ajari anak untuk mengucapkan kata-kata baik. Simpelnya, ajarkan cara berterima kasih, tolong, dan maaf. Jangan ragu pula beri pujian kepada buah hati jika ia mampu melakukan apa yang Bunda ajarkan. Dengan demikian, ia akan terpacu untuk terus melanjutkan emosi positifnya tersebut.

Bunda pun bisa mengajari anak untuk memberi salam kepada orang-orang yang ia jumpai. Tekankan kepadanya jika ingin orang lain bersikap baik, harus dimulai dari diri sendiri. Dengan memberi salam, orang lain akan cenderung membalas dan tersenyum. Senyum tersebut akan ditanggapi emosi anak sebagai bentuk orang tersebut tidaklah jahat.

Sering Bersikap Angkuh

Walau sudah mulai senang bermain dengan teman-teman sebayannya, anak Bunda tetaplah bocah usia 2 tahun. Dalam usia ini, tingkat keegoisan anak masih sangat tinggi. Jangan heran jika kerap Bunda melihatnya bersikap angkuh.

Sikap angkuh tersebut karena anak masih melihat dunia sebatas dirinya sendiri. Ia akan sering mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak sesuai keinginannya. Di sinilah Bunda harus sering-sering memberi pengertian.

Ekspresi emosi yang cenderung egois dari si kecil sebenarnya hanya ia belum mampu mengontrol emosinya sendiri. Bunda perlu membimbingnya agar sikapnya ini lama-lama berkurang. Jika tidak, ini akan mengganggu interaksi sosialnya juga. Ia akan senang bermain pada awalnya dan akhirnya memilih menarik diri karena merasa kecewa.

Semangati buah hati Bunda untuk tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, melainkan pikirkan juga perasaan teman-temannya. Jangan khawatir, ini seharusnya tidak berat buat anak-anak. Soalnya meskipun masih egois, usia 2 tahun adalah masa awal anak mencoba memahami perasaan orang lain. Jadi jika dibimbing secara tepat, lama-lama ia akan bisa mengatur tingkat emosi dan keegoisannya. Anak Bunda pun akan semakin disenangi oleh teman-temannya.

Mudah Tidak Sabar

Emosi yang juga akan sangat kelihatan pada usia anak 1-3 tahun adalah mudah tidak sabar. Anak Bunda akan cenderung menuntut apa yang diinginkan bisa segera diperoleh. Jika tidak, ia akan kesal dan sedih. Lebih parahnya lagi, ia bisa menunjukkan sikap tantrum saat dalam kondisi tidak sabar.

Untuk menghadapi emosi ini, Bunda perlu terus memberi pengertian kepada anak. Katakan kepadanya untuk bisa menunggu karena tidak semua bisa langsung diberikan. Latihlah pula anak Bunda untuk bersabar menunggu.

Salah satu caranya, Bunda bisa mengaturkan jadwal main ke luar kepadanya. Di luar jadwal itu anak dilarang untuk keluar rumah dahulu. Hadiah bermain ke luar akan hilang jika ia tidak bisa bersabar. Nah, Bunda bisa melihat seberapa mampu ia mengatur emosinya untuk bisa sabar menunggu dari situ.

Artikel Terpopuler

Website ini menggunakan cookies untuk memastikan Anda mendapat pengalaman terbaik di dalam website kami. Pelajari lebih lanjut

call center bebeclub
foto careline