Ada beberapa jenis anemia yang bisa terjadi pada anak. Beda jenisnya, beda pula cara mengatasinya. Mengetahui anemia apa yang dialami si Kecil bisa membantu Bunda mengatasinya dengan tepat.
Apa Itu Anemia?
Anemia adalah kondisi ketika tubuh anak kekurangan sel darah merah (eritrosit), baik karena jumlahnya maupun selnya yang tidak berfungsi baik.
Saat tubuh kekurangan sel darah merah, anak juga jadi kekurangan oksigen dalam darah. Padahal, oksigen ini sangat penting agar setiap organ dapat berfungsi optimal.
Menurut WHO, anemia pada anak dapat meningkatkan risiko si Kecil lebih rentan sakit. Anak juga kesulitan beraktivitas di kesehariannya akibat gejala anemia yang mungkin mengganggu.
Jenis-Jenis Anemia pada Anak
Masing-masing anemia pada anak dipisahkan berdasarkan penyebab, ukuran, atau bentuk sel darah merah, yaitu:
1. Anemia Defisiensi Zat Besi
Anemia defisiensi zat besi adalah jenis anemia pada anak yang disebabkan oleh kekurangan zat besi, mineral penting yang berperan dalam pembentukan sel darah merah.
IDAI menyebutkan, sebanyak 48,1% anak balita mengalami anemia akibat kekurangan zat besi. Beberapa ciri anak kekurangan zat besi, antara lain:
- Mood gampang berubah (sebentar senang, sebentar marah atau sedih).
- Sangat mudah kelelahan.
- Merasa pusing atau kliyengan.
- Jantung berdebar kencang.
- Memiliki gangguan makan (pica), seperti ingin makan es batu atau makanan lain yang bukan makanan
Baca Juga: 6 Penyakit Akibat Kekurangan Zat Besi pada Anak, Yuk Bunda Waspadai!
2. Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik terjadi saat sumsum tulang menghasilkan terlalu sedikit sel darah merah. Bentuk sel darah merah yang dihasilkan juga tidak normal dan berumur lebih pendek.
Salah satu penyebab utama jenis anemia ini adalah kekurangan vitamin penting, seperti vitamin B9 atau folat, yang dibutuhkan untuk produksi sel darah merah..
Beberapa gejala anemia megaloblastik yang bisa Bunda amati pada si Kecil, yaitu:
- Kulit pucat atau kekuningan (jaundice)
- Anak mengeluh merasa deg-degan lebih sering (jantung berdebar)
- Sesak napas
- Kelelahan
- Tidak nafsu makan
- Mudah rewel
- Mengalami masalah pencernaan, seperti sakit perut, mual, diare, kembung, dan sembelit
- Kesulitan berjalan
- Tangan dan kaki kesemutan
- Lidah terasa lembut dan sakit
- Otot lemah
3. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik terjadi ketika sel darah merah dihancurkan lebih cepat daripada pembentukannya. Normalnya, sel darah merah bertahan sekitar 120 hari sebelum diganti yang baru.
Kondisi ini bisa diwariskan dari orang tua atau terjadi karena kekurangan zat tertentu dalam tubuh.
Gejala anemia hemolitik pada anak bisa ringan atau berat tergantung kondisi anak, di antaranya:
- Pucat.
- Kelelahan.
- Anak rewel.
- Bernapas cepat.
- Detak jantung cepat.
- Pusing atau kliyengan.
- Mata dan kulit anak kekuningan (jaundice).
- Pembesaran limpa (perut tampak membesar).
- Urine yang berwarna pekat seperti teh.
4. Anemia Aplastik
Jenis anemia aplastik tidak hanya membuat anak kekurangan sel darah merah, tapi juga komponen darah lainnya, seperti sel darah putih dan keping darah (trombosit).
Akibatnya, anak bukan cuma mengalami anemia, melainkan juga rentan infeksi hingga perdarahan. Kondisi ini disebabkan oleh kerusakan sumsum tulang belakang.
Selain gejala umum kurang darah pada anak, seperti pucat, pusing, lemah, dan letih, anak yang mengalami anemia tipe ini juga dapat menunjukkan ciri-ciri:
- Mengalami demam atau infeksi berulang.
- Mimisan.
- Gusi berdarah.
- BAB berdarah.
- Mudah memar.
- Muncul bintik kecil berwarna merah keunguan yang disebut petekie.
5. Anemia Sel Sabit (Sickle Cell Anemia)
Normalnya, sel darah merah berbentuk seperti cakram bulat yang memiliki cekungan di tengahnya. Akan tetapi, bentuk sel darah merah anak yang mengalami anemia sel sabit menyerupai bulan sabit.
Sel darah merah normal dapat melewati pembuluh darah dengan mudah, tapi jika bentuknya tidak normal, sel darah bisa tersangkut dan menyebabkan penyumbatan.
Jenis anemia sel sabit bersifat genetik, sehingga anak sudah memilikinya sejak lahir, meskipun gejalanya mungkin baru muncul saat ia lebih besar.
Beberapa gejala anemia sel sabit, antara lain:
- Kelelahan.
- Kulit pucat atau kekuningan.
- Bengkak di jari tangan dan kaki.
- Sakit tiba-tiba di area dada, kaki, dan tangan.
- Pembengkakan limpa.
- Kesulitan konsentrasi.
- Rewel.
Penyebab Umum Anemia pada Anak
Setiap jenis anemia memiliki penyebab yang berbeda. Akan tetapi, faktor utama yang paling mendasari terjadinya anemia sering kali adalah genetik atau kekurangan nutrisi tertentu karena pola makannya.
Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat menyebabkan anemia:
- Kekurangan nutrisi tertentu, seperti zat besi, folat (vitamin B9), dan vitamin B12.
- Mengalami kondisi genetik yang diturunkan dari orang tua, seperti talasemia.
- Memiliki penyakit autoimun akibat infeksi virus atau bakteri tertentu.
- Mengalami penyakit kronis, seperti kanker.
- Efek samping pengobatan penyakit tertentu, seperti kemoterapi dan radiasi.
Apakah Anemia pada Anak Bisa Sembuh?
Ada banyak macam anemia dengan berbagai penyebab yang berbeda.
Beberapa jenis anemia dapat disembuhkan dengan mudah hanya dengan mengubah pola makan. Sementara beberapa lainnya membutuhkan pengobatan intensif dengan dokter.
Anemia defisiensi zat besi dan anemia defisiensi vitamin (folat dan B12) adalah jenis yang paling umum terjadi dan dapat disembuhkan dengan mudah melalui pemberian zat gizi yang dibutuhkan.
Pemberian nutrisi tambahan tersebut bisa didapat dari suplemen, susu, makanan, hingga injeksi jika diperlukan.
Baca Juga: 6 Cara Mudah Mencegah Anemia pada Anak
Pengobatan Anemia pada Anak
Di Indonesia, kebanyakan kasus anemia pada anak adalah jenis anemia defisiensi besi. Pengobatan anemia pada anak dapat dilakukan dengan pemberian suplemen zat besi dan vitamin, mengubah pola makan, atau transfusi darah.
Berikut ini adalah beberapa cara mengatasi anemia akibat defisiensi besi yang bisa Ayah dan Bunda lakukan:
- Makan makanan tinggi zat besi, seperti sayuran hijau, daging merah, dan telur.
- Minum susu tinggi zat besi yang diperkaya vitamin C.
- Makan makanan tinggi vitamin C untuk membantu penyerapan zat besi.
Dalam kasus yang sangat jarang, dokter mungkin merekomendasikan si Kecil untuk mengonsumsi suplemen zat besi, baik yang diminum langsung atau lewat injeksi.
Pasalnya, kekurangan zat besi dalam jangka panjang membuat si Kecil lebih rentan mengalami gangguan tumbuh kembang dan sistem imun yang lemah. Ayah dan Bunda bisa berkonsultasi dengan dokter terkait hal ini, ya.
Jangan lupa juga untuk terus update dengan berbagai informasi lain seputar nutrisi dan cara mencegah anemia defisiensi pada si Kecil dengan bergabung di Klub Generasi Maju. Daftar sekarang, gratis!